Rumah Nawacita Minta Presiden Jokowi Pecat Menteri KKP Edhy Prabowo, Ini Alasannya
JAKARTA – Rumah Nawacita meminta Presiden Jokowi memecat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo karena dinilai tak memiliki terobosan yang produktif dalam menjalankan tugasnya. Praktis sejak dilantik, politisi Partai Gerindra tersebut hanya sibuk mengutak atik kebijakan yang sudah dibuat dan dilaksanakan dengan baik oleh Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
“Masak kerjanya cuma mau membatalkan regulasi yang sudah dibuat oleh Menteri sebelumnya. Apakah memang begitu perintah Presiden Jokowi ke Pak Edhy? Seharusnya, Pak Edhy hadir memberikan terobosan baru yang produktif dan inovatif, gak cuma utak atik aturan yang sudah baik dan memang dibutuhkan. Ini namanya menteri spesialis menganulir aturan dong, kok sensitif banget dengan kebijakan Bu Susi ya,” kata Founder Rumah Nawacita, Raya Desmawanto Nainggolan, M.Si kepada media, Rabu (11/12/2019).
Rumah Nawacita merupakan metamorfosis organisasi Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) yang teregistrasi di Direktorat Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) #01 Jokowi-Amin saat pilpres lalu. RJCI telah mengubah bentuk dan perannya mengawal dan bahkan mengkritisi kebijakan periode kedua pemerintahan Jokowi hingga 2024 mendatang.
Raya menegaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan pihaknya meminta Presiden Jokowi untuk segera mencopot Edhy Prabowo. Orang dekat Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto tersebut dinilai tidak memiliki konsep yang jelas untuk pengembangan produksi dan menjaga kedaulatan sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia.
Ia menyontohkan rencana Menteri Edhy yang akan mencabut larangan ekspor benih lobster yang sebelumnya sudah diberlakukan saat Menteri KKP dijabat Susi Pudjiastuti. Menurut Rumah Nawacita, pencabutan kebijakan ini akan menjadi bumerang bagi Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi pengembangbiakan dan budidaya lobster terbesar di dunia.
“Mungkin Menteri Edhy ingin langsung meningkatkan ekspor, sehingga membuka keran ekspor benih lobster. Dia mungkin ingin kinerjanya langsung gereget dan dilihat orang, tapi caranya keliru sekali. Jika ini dilakukan, maka sama saja ia ingin menjerumuskan masa depan usaha lobster di Tanah Air dalam jangka panjang,” tegas Raya.
Seharusnya lanjut Raya, Menteri KKP Edhy tidak menempuh jalan pintas yang seakan-akan populis itu. Langkah yang paling tepat diambil Menteri Edhy adalah mengeluarkan kebijakan dan program konkret mendukung percepatan dan optimalisasi produksi budidaya lobster yang layak ekspor, bukan ekspor dalam bentuk benih. Dengan demikian, nilai ekspor lobster dipastikan makin besar dan Indonesia memiliki bargainning posisi yang kuat dalam perdagangan lobster dunia.
“Pak Menteri harusnya mensupport para pembenih dan pembudidaya lobster lewat program yang konkret. Agar mereka bisa kompetitif dan memaksimalkan produksinya. Harus didengar apa hambatan mereka dan dicari solusi konkret. Kalau cuma mengekspor benih lobster, orang Medan menyebutnya itu kerjaan tutup mata,” kata Raya.
Hal lain yang membuat Edhy layak dicopot yakni soal rencana kebijakan merevisi larangan transhipment yang diatur dalam Peraturan Menteri KP Nomor 57/Permen-KP/2014 tentang Perubahan Kedua Permen KP No 30/Permen-KP/2012. Aturan ini mengatur tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia.
“Padahal, aturan ini dibuat untuk mencegah terjadinya pencurian dan manipulasi tangkapan ikan oleh pemain-pemain dan mafia ikan di laut Indonesia. Tapi Menteri Edhy kok mau izinkan lagi, apakah hanya itu solusi yang ada dari Menteri Edhy? Lagi-lagi main anulir regulasi saja,” tegas Raya.
Soal rencana penghentian penenggelaman kapal pencuri ikan yang akan ditempuh Menteri KKP Edhy juga menjadi catatan kritis Rumah Nawacita. Menurut Raya, penenggelaman kapal pencuri ikan harus dilanjutkan untuk memberi efek jerah bagi pelaku pencuri ikan, terutama dari negara lain.
“Kebijakan baru Menteri Edhy yang mau menghentikan penenggelaman kapal pencuri ikan akan membuka celah dan permainan baru mafia perikanan di Indonesia. Ini langkah mundur dari menteri yang baru, harus dicegah jangan sampai terjadi,” kata Raya.
Kontroversi lain yang dipersoalkan Rumah Nawacita yakni rencana Menteri KKP Edhy Prabowo merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seinen Nets). Jika penggunaan pukat kembali diizinkan, maka kerusakan dan keberlanjutan ekosistem laut akan terjadi makin parah dan cepat.
Menurut Raya, pihaknya tidak mengerti agenda apa dan agenda siapa yang dibawa Edhy Prabowo ke KKP. Padahal, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam setiap kampanye politiknya selalu mengusung tema kedaulatan negara.
“Tapi, kenapa kebijakan kadernya ini justru kontraproduktif dengan kedaulatan negara. Saya kira, visi Nawacita Presiden Jokowi dan juga Ketum Gerindra tidak seperti ini,” tegas Raya.
Raya menegaskan, permintaan secara terbuka untuk mencopot dan mengganti Menteri KKP Edhy Prabowo sepertinya menjadi buah simalakama bagi Presiden Jokowi. Apalagi Edhy Prabowo merupakan kader Partai Gerindra yang ketua umumnya Prabowo Subianto merupakan ‘sahabat dekat’ Presiden Jokowi.
“Itu semua hak prerogatif Presiden Jokowi. Usulan kami berdasarkan analisis dan harapan masyarakat. Syukur kalau Presiden mau ambil kebijakan atau pun juga sekiranya membiarkan keadaan terus terjadi. Tugas kami hanya mengawal sekaligus menagih janji Nawacita,” pungkas Raya.