Legislator Golkar Ingatkan 3 Hal Krusial dalam Pemberian Vaksin

Legislator Golkar Ingatkan 3 Hal Krusial dalam Pemberian Vaksin

Jakarta – Legislator Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin mengingatkan pemerintah agar memerhatikan 3 hal krusial terkait pemberian vaksin bagi masyarakat. Pertama, aspek transparansi data yang akan menerima vaksin. Menurut anggota Komisi II DPR RI, pemerintah harus memperhatikan betul terkait data ini, mengingat pelajaran yang diambil dari kepesertaan BPJS kesehatan dimana 27,4 juta data penerima PBI bermasalah.

“Oleh karena itu dari 4 tahapan vaksinasi Covid-19 ini datanya benar-benar bisa valid,” kata Zulfikar berbicara dalam diskusi daring “Vaksinasi untuk Siapa? Menggugat Transparansi dan Akuntabilitas Publik” yang digelar oleh Centre for Strategic and Indonesian Public Policy (CSIPP), Minggu (07/03).

Zulfikar menambahkan dengan adanya mekanisme vaksin gotong royong yang ditargetkan  akan menjangkau 20 juta orang. Masalah data ini akan semakin krusial dan penting.

“Agar proses vaksinasi ini dapat menghindari korupsi dan mendukung usaha pemerintah terkait pemenuhan hak kesehatan warga, jangan sampai ada yang tertinggal mendapatkan vaksin hanya karena kekacauan data,” katanya.

Aspek kedua, sosialisasi vaksin. Menurut Zulfikar, paparan hoaks dan disinformasi di media sosial membuat sejumlah warga menolak mengikuti program vaksinasi Covid-19. Apalagi hasil survei LSI menyatakan 42,4 persen masyarakat tidak percaya vaksin.

Zulfikar mewanti-wanti agar pemerintah mampu meyakinkan masyarakat pentingnya vaksinasi. Pasalnya, apabila makin banyak yang menolak vaksin maka herd immunity akan sulit tercapai. Dimana seharusnya 70 persen warga Indonesia harus di vaksin. Perilaku masyarakat kita itu baru percaya covid bila ada keluarga, tetangga, atau dirinya sendiri yang terkena Covid-19.

“Jika tak ada upaya serius memberantas informasi menyesatkan, pandemi kian sulit diatasi. Oleh karena itu  negara harus mempersuasi, memberikan strategi komunikasi resiko yang dibangun dengan kesadaran, ini lebih efektif bagi warganya agar menerima vaksin,” jelas dia.

Ketiga, mekanisme bagi yang menolak vaksin. Menurut Zulfikar, banyaknya sejumlah pihak yang menolak vaksin tidak harus diberikan sanksi sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021, dimana Pasal 13A yang mengatur tentang sasaran penerima vaksin Covid-19, kewajiban sasaran penerima vaksin, dan ketentuan sanksi.

Ada beberapa sanksi yang bisa diberikan kepada orang yang ditetapkan sebagai penerima vaksin Covid-19, tetapi tidak mengikuti vaksinasi, berupa: (a) penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; (b) penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau, (c) denda.

Pihaknya mengusulkan bagi warga yang menolak vaksin, maka pengobatan mereka tidak akan ditanggung negara apabila tertular covid-19 di kemudian hari.

Zulfikar mencontohkan, setelah tahapan vaksin selesai pada April 2022 maka mereka yang menolak di vaksin tidak dalam tanggungan negara secara langsung.

“Resiko biaya pengobatan menjadi tanggungan sendiri. Jadi negara tidak memaksa dan mewajibkan vaksin, namun bagi siapa yang menolaknya pun harus siap menanggung resiko atas keputusannya tersebut,” tegasnya. ***

Tim Redaksi

Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *