Mahkamah Konstitusi dan Kebijakan Hukum Terbuka
Oleh : M. Munif
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Merdeka Pasuruan.
Kegaduhan politik di masyarakat kembali mengemuka dengan muncul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang beragam terkait dengan berbagai UU yang diuji oleh masyarakat. Yang terbaru adalah polemik atas keputusan MK atas UU Pemilu atau UU No 17 tahun 2017. Kegaduhan dan provokasi dilatarbelakangi oleh adanya pengujian atas Pasal Pasal 169 huruf q UU Nomor 17/2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa syarat menjadi capres dan cawapres ialah berusia paling rendah 40 tahun. Dalam Putusan MK yang menyangkut UU 17/2017 sebelum sellau memiliki argumentasi bahwa kewenangan perluasan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) adalah kewenangan pembentuk undang-undang, yang intinya menyerahkan pengaturan pidana kepada pembentuk undang-undang (Kebijakan Legal Terbuka / Open Legal Policy).
Hukum konstitusi adalah kerangka dasar yang mengatur kekuasaan, kewenangan, dan hak-hak warga negara dalam suatu negara. Open Legal Policy adalah konsep yang mengedepankan transparansi, partisipasi masyarakat, dan akses informasi sebagai elemen kunci dalam proses pengambilan keputusan hukum.
Open Legal Policy mengacu pada praktik pemerintahan yang mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan hukum. Hal ini melibatkan akses terbuka terhadap informasi, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan penegakan hukum yang adil dan transparan. Ada 4 aspek penting dalam Open Legal Policy, yaitu Transparansi (Penyediaan informasi yang jelas dan mudah diakses kepada publik tentang proses pembuatan kebijakan dan keputusan hukum), Partisipasi Publik(Masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, memberikan masukan, dan menyuarakan pendapat mereka), Akses Informasi(Memastikan akses mudah terhadap informasi hukum dan kebijakan yang relevan bagi warga negara), dan Akuntabilitas(Mewujudkan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga terkait).
Open Legal Policy berarti juga ada transparansi dalam Proses Pembuatan UU dengan cara menyediakan akses terbuka terhadap proses perumusan dan pembahasan undang-undangserta Mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembentukan undang-undang. Ini artinya juga harus membuka ruang partisipasi Publik dalam Pengambilan Keputusan Konstitusional dan memberikan mekanisme untuk partisipasi masyarakat dalam pemilihan hakim konstitusi.
Namun demikian Open Legal Policy ini juga memiliki tantangan yang berupa resistensi terhadap perubahan oleh pihak yang dominan dan keterbatasan sumber daya dan infrastruktur untuk mendukung Open Legal Policy.
Meskipun tantangannya tidak ringan, Open Legal Policy memberikan manfaat dengan cara meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga hukum dan memperkuat supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Open Legal Policy dalam hukum konstitusi adalah fondasi yang penting untuk membangun masyarakat hukum yang adil dan demokratis. Dengan menerapkan prinsip transparansi, partisipasi publik, dan perlindungan hak asasi manusia, suatu negara dapat memperkuat sistem hukumnya dan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Dalam era informasi ini, kebijakan legal terbuka menjadi kunci untuk membangun tatanan hukum yang responsif dan berkelanjutan.