Peduli Bali, Legislator Asal Jawa Timur Beri Masukan

Peduli Bali, Legislator Asal Jawa Timur Beri Masukan

Denpasar – Anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Kota Pasuruan, Jawa Timur, Muhammad Munif, mengaku miris dengan kemacetan yang terjadi di Bali, khususnya wilayah Bali selatan dan Kota Denpasar.

Munif yang hendak melakukan ‘study tour’ ke sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Denpasar, terjebak kemacetan parah mulai dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Jumat (6/12/2024).

Mendarat di bandar udara sekira pukul 15.00 WITA, Munif memakan waktu 2 jam lamanya menuju tempat penginapan di kawasan Legian dengan taksi online. Padahal jarak antara bandara dan Legian sngat dekat.

“Begitu turun (pesawat), saya pesan taksi online, dari keluar bandara butuh waktu 30 menit. Terus ke Legian 1,5 jam. Benar-benar waktu tempuh yang lama dengan jarak sedekat itu,” keluh Munif.

Kritiknya ini, menurut dia, sebagai bentuk kepeduliannya kepada Pulau Dewata, Bali. Terlebih politisi yang berlatarbelakang jurnalis ini, sudah berlangganan berlibur ke Bali sejak tahun 1980-an atau sejak ia duduk di bangku SMP.

Menurut Munif, pemangku kebijakan di Bali sudah saatnya memikirkan pemberlakuan sistem ganjil-genap berbasis nomor polisi bagi kendaraan bermotor di jalur-jalur protokol/kantong kemacetan. Sistem ini, menurut dia, terbukti efektif di DKI Jakarta.

“Saya dengar di Bali kan ada Perda tentang ketinggian bangunan maksimal 15 meter, jadi tidak memungkinkan buat jalan layang. Bagaimana pun itu kepercayaan masyarakat lokal. Jangan ditentang tapi kita yang menyesuaikan dengan aturan lain,” ujarnya.

Ia juga mengamati bahwa kendaraan bermotor plat luar Bali sangat banyak menjejali jalanan Bali. Bahkan banyak yang digunakan untuk bekerja sebagai ojek atau taksi online. Kendaraan non DK ini menurut dia segera diatur agar mutasi ke plat DK.

Bagi kendaraan luar dengan tujuan singkat, sebaiknya disediakan kantong-kantong parikir. Setibanya di Bali, kendaraan itu harus diparkir di tempat yang ditentukan. Selanjutnya, penumpang diwajibkan menggunakan jasa transportasi lokal (DK) selama di Bali.

“Saya rasa bisa dikaji lagi, bila belum ada dasar hukumnya,” kata dia.

Jika terkendala lahan untuk kantong parkir, bisa disiasati dengan kerja sama pihak ketiga. Ia yakin pihak ketiga menyambut baik karena sewa lahan parkir menjadi peluang usaha yang menjanjikan.

Munif menggaris-bawahi, usulannya ini tidak bermaksud rasis dengan melarang orang dengan kendaraan plat luar DK jalan-jalan di Bali. Tetapi demi kenyamanan bersama.

“Yang kita tertibkan ini kendaraan bermotor, bukan suku, ras, daerah atau agama seseorang. Apalagi kita saudara NKRI,” tegas Munif.

Ia sangat optimis, jika diujicobakan, masyarakat justru menyambut baik. Mereka diyakini memilih solusi tersebut dari pada memaksakan memakai kendaraan sendiri tapi terjebak berjam-jam di jalan.

Tim Redaksi

Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *